ASI EKSLUSIF
Dalam upaya
meningkatkan pemberian ASI eksklusif, yang terutama ditingkatkan adalah
“Menyusui ASI Eksklusif”. Menurut petunjuk Bina Gizi Masyarakat, pengertian ASI
eksklusif adalah “hanya ASI sampai bayi berumur 4 bulan dan diberikan
kolostrum” yang diberikan kepada anak < 4 bulan. Untuk mengetahui anak/bayi
tersebut menyusui ASI eksklusif atau tidak, ditelusuri dari anak menyusu
ASI/tidak menyusui. Dari anak yang menyusu, ditelusuri anak yang hanya diberi
ASI saja dan diberi makan/minum, kemudian anak tersebut dalam 24 jam hanya
diberi ASI.
Dari
definisi ini, telah diperoleh gambaran bahwa bayi yang < 1 bulan, proporsi
menyusu ASI ekslusif justru lebih rendah dari bayi umur 1 bulan. Proporsi ini
terjadi di daerah perkotaan dan di pedesaan. Hal ini kemungkinan karena ibu-ibu
dalam masa kini banyak melakukan kegiatan untuk memperoleh tambahan pendapatan
keluarga. Hal ini didasarkan pada hasil analisis asosiasi bahwa proporsi
pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan kegiatan yang dilakukan oleh
ibu.
Proporsi
pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan pedesaan untuk umur bayi < 1–3
bulan cenderung tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi karena para ibu
di desa dan di kota telah sama-sama terpapar oleh media, sehingga pengetahuan
dan kepedulian mereka terhadap bayi untuk menyusui cukup besar.
Jumlah anak
umur 0–4 tahun dalam keluarga tampaknya mendukung pemberian ASI eksklusif oleh
para ibu. Hal ini didasarkan pada hasil uji regresi bahwa jumlah anak 1–2 dalam
keluarga mempunyai pengaruh dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai
1–2 anak.
Berdasarkan
umur, proporsi pemberian ASI eksklusif tampak cukup bervariasi dari umur < 1
bulan sampai umur 3 bulan. Hal ini yang menunjukkan bahwa bayi yang berumur 2
bulan mempunyai kemungkinan untuk diberi ASI eksklusif 4 kali dibandingkan
dengan yang tidak berumur 2 bulan, tertinggi dibandingkan dengan kemungkinan
pada umur 1 bulan dan 3 tiga bulan.
Sementara
itu, proporsi pemberian ASI eksklusif berdasarkan kategori lokasi (di
perkotaan, di pedesaan, di desa tertinggal, dan di desa tak tertinggal), tidak
terjadi perbedaan yang cukup tajam. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh
modernisasi di desa-desa sehingga para ibu kurang menyadari pentingnya
pemberian ASI eksklusif. Di samping itu, telah terjadi peningkatan iklan susu
buatan yang secara gencar memasarkan produk susunya sebagai pengganti ASI.
Dalam
pemberian ASI ekslusif, walaupun ada kecenderungan bahwa yang pengeluaran rata-rata
sebulannya tinggi, rata-rata pengeluaran untuk makan tinggi, dan penghasilan
bersih dari pekerjaan utama tinggi, tampaknya tidak mempunyai pengaruh langsung
pada kemungkinan pemberian ASI eksklusif. Hal ini terbukti dengan tidak adanya
pengaruh yang bermakna pada menyusui ASI ekslusif dengan variabel pertolongan
pertama/kedua waktu melahirkan, terpaparnya dari media radio, TV, serta membaca
koran. Oleh karena itu, tampaknya masih diperlukan informasi dari sumber lain
mengenai faktor-faktor yang menentukan ibu-ibu dalam menyusui ASI, khususnya
ASI eksklusif.
Kebijakan-kebijakan
Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI Eksklusif
1. Inpres
No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan
bahwa salah satu program dalam usaha perbaikan gizi
adalah peningkatan penggunaan ASI.
2. Permenkes
No.240/1985 Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat
promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih
baik mutunya daripada ASI.
3. Permenkes
No.76/1975 Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk
mencantumkan pada label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan
warna tulisan merah dan cukup mencolok.
4. Melarang
promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana pelayanan
kesehatan.
5.
Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan
menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
6.
Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.
7.
Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas
tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.
8.
Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional pada
peringatan Hari Ibu ke-62 (22Desember1990).
9. Upaya
penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit, rumah
bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.
Kesimpulan
- Pola pemberian ASI eksklusif pada bayi umur < 1–2 bulan relatif cukup tinggi, sedangkan yang berumur 3 bulan relatif cukup rendah, baik secara keseluruhan ataupun yang dibedakan menurut perkotaan dan pedesaan.
- Proporsi pemberian ASI ekslusif pada bayi berumur 2 bulan relatif cukup besar, baik di perkotaan maupun di pedesaan, dan mulai menurun pada umur tiga bulan.
- Proporsi bayi yang menyusu ASI eksklusif mulai umur < 1 bulan sampai 2 bulan relatif cukup besar, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan pedesaan dan perkotaan, serta rendah proporsinya pada umur 3 bulan. Proporsi pemberian ASI ekslusif pada bayi umur 3 bulan di perkotaan lebih rendah dibandingkan di pedesaan.
- Berdasarkan hal ini adanya hubungan antara sosial ekonomi, semuanya menggambarkan proporsi pemberian ASI eksklusif pada semua tingkatan yang relatif cukup besar dibandingkan dengan yang tidak eksklusif.
- Faktor sosial ekonomi, demografi, pelayanan kesehatan, dan paparan media, yaitu umur bayi, tingkat pendidikan yang ditamatkan, dan jumlah anak 0–4 tahun dalam keluarga.
Saran
- Diperlukan penyuluhan yang intensif melalui komunikasi langsung oleh petugas-petugas kesehatan di desa: bidan desa, kader-kader Posyandu, dan dalam pertemuan instrumen kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusif.
- Diperlukan penyuluhan yang rinci tentang cara-cara menambah makanan tambahan pada ibu-ibu untuk menjamin kecukupan gizi pada waktu menyusui.
- Berhubung rendahnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi berumur kurang 1 bulan dibandingkan yang berumur 1 bulan, diperlukan informasi lebih lanjut mengenai penyebab terjadinya hal ini.
thanxx u yaa....
BalasHapus